Tuesday, April 19, 2016

BELIEVE 1.6

                Para siswa-siswi SMA Tirta semua berkumpul dan berbaris di lapangan, begitupun para guru. Deretan pasukan PMR juga tak kalah sigap, mereka berbaris rapi di belakang para siswa. Terlihat 3 orang pasukan pengibar bendera di depan sana, dan salah satunya tak lain adalah Kak Regi. Yup, hari ini hari Senin giliran kelas Kak Regi yang bertugas upacara.
                “Hormaaaattttt Gerak!!” pemimpin upacara memulai perintahnya dan serentak seluruh anggota upacara memberikan hormat. Lagu ‘Indonesia Raya’ mulai dialunkan mengiringi penaikan bendera merah putih. Dirigen dengan cekatan melakukan ketukan-ketukan nada dengan tangannya yang gemulai. Dirigen ini terlihat sangat cantik, mukanya yang ayu dan badannya yang ramping, dia juga terlihat pintar. Wah… perfect sekali wanita ini, pasti pacarnya ganteng.
                Matahari mulai meninggi, teriknya sudah mulai terasa.  Barisan dibentuk berdasarkan tinggi badan dan waktu kedatangan, karena banyak yang agak terlambat hari ini sehingga membuat barisan kurang pas. Aku berada di barisan sekitaran ujung dan bayanganku mulai berbentuk. Pembubaran upacara adalah waktu yang sangat dinanti-nanti dan akhirnya waktu itu tiba.
                “Kamu telat lagi Tin?” tanyaku melihat dirinya yang sedang membetulkan tali sepatu di lorong Tata Usaha.
“Kayanya ketinggalan jemputan ya?” goda Rani, jemputan yang dia maksud adalah pacarnya. Mukanya terlihat berkeringat dan topi abunya mulai dikipaskan, sepertinya dia habis berlari 1km ni.
                “Iya nih, aku sebel banget sama dia. Aku kira dia mau jemput, udah santai-santai nunggu di rumah. Pas di sms kenapa belum dateng aja, eh taunya dia dah di sekolah ga jemput aku. Aku kan sebel banget, tau gitu dari tadi aku pergi duluan! Liatin aja nanti, aku cape-cape lari taunya tetep telat juga” dendam kesumat kayanya ni anak sampai nyerocos gitu.
Tina mulai menandatangani absen telatnya dan mengambil tas yang ada di dalam ruangan depan. “Gapapa, banyak kok yang telat hari ini,lagi macet kayanya” kok aku malah ngebela yang telat ya.
                Kami bertiga berjalan menuju ruang kelas, lapangan mulai terlihat sepi. “Eh Key, kamu kemarin jadi ga sih ke DaFest? Soalnya aku lihat Kak Regi disana, aku kira dia bareng kamu, makanya aku coba deketin. Tapi, ternyata engga. Aku coba telepon kamu, ga nyambung terus” tanya Tina penasaran.
“Lho, bukannya kemarin kabar terakhir dari kamu dah di sekolah Key? Terus kalo ga sama Keyla, Kak Regi sama siapa dong?” tanya Rani semakin penasaran dengan memburu pernyataan dari aku dan Tina.
“Kalian tadi lihat yang jadi dirigen  di upacara ga?” tanya Tina tiba-tiba dengan memasukkan topi dan jaketnya ke dalam tas.
Melihat adanya peluang untuk mengalihkan pembicaraan ini, maka ku fokuskan obrolan tentang dirigen itu dan berharap tak ada lagi bahasan mengenai Kak Regi, malas rasanya telinga ini mendengar namanya. “Wahh yang cantik itu ya, iya aku lihat dia. Cantik ya dia, kayanya pacarnya ganteng deh”.
                “Nah, Kak Regi bareng sama dia kemarin” aku tersentak seketika saat ku dengar perkataan itu dari Tina. Perasaanku mulai terasa aneh, aku terbayang akan tawa mereka yang bahagia bersenang-senang di acara itu. Sedangkan aku? Menunggu hal yang tak pasti selama 2 jam seperti orang bodoh.
Tina buru-buru menyambung ucapannya, karena melihat reaksiku yang menerawang. “Tapi ga berdua aja Key, bareng sama temen-temennya yang lain. Cuman mereka keliatan deket” jelas Tina dengan memegang bahuku yang terasa tegang.
Rani mulai geram, “tapi kan ga bisa gitu Tin, apa coba maksud Kak Regi kaya gini ke Keyla?! Dia kan dah janji sama Keyla. Kasihan kan Keyla” dia memegang lengan kananku dengan kedua tangannya.
                Aku hanya bisa merapatkan mulutku dan menarik nafas panjang, mencoba terlihat tegar di depan mereka. Kami berjalan dan mulai menaiki tangga, “Jadi, kemarin kamu sama siapa Key? Sendirian?” sepertinya Rani mulai mencemaskanku. Belum sempat kujawab, terlihat seseorang yang sedang menuruni tangga dengan membawa beberapa lembar jawaban. Kami sempat bertemu pandang dan senyum kecil tersungging di antara kami. Diapun melanjutkan langkahnya kembali, sepertinya dia hendak ke ruangan guru. Belum sempat kunaikin tangga selanjutnya, tiba-tiba Rani dan Tina memegangiku dan mulai histeris.
                “Keylaaaaa…. Siapa dia? Kamu kenal sama dia??” Tina menarik-narik tangan kiriku.
                “Iihhh Keyla… Dia ganteng banget!!! Kamu tau dia? Kenalin dong Key…” Rani mulai meremas-remas tangan kananku dengan gemasnya.
                Sebenarnya mereka bukan gemas terhadapku, tapi gemas terhadapnya yang tak bisa terlampiaskan sehingga aku menjadi korbannya. “Aku juga ga tau, tapi dia temennya Said. Jadi Said yang tau” memang hanya itu yang kutahu, walaupun jumat kemarin kita sempet bareng tapi aku ga tau sama skali namanya dan apa yang dia lakukan kemarin bisa ada di sekolah pada jam segitu.
                “Terus kalo kamu ga tau, kenapa kalian saling senyum kaya yang udah kenal?” sepertinya Rani mulai kecewa akan sikap kita tadi. “Kebetulan aja itu” semoga jawaban ini tidak menjadikan mereka kesal terhadapku dan kisah kemarin dengannya akan kusimpan dalam-dalam.
***
                Semenjak kejadian itu, antusiasku terhadap Kak Regi mulai kupupuskan sedikit demi sedikit. Sering kali kubersikap pura-pura tak melihat setiap berpapasan dengannya. Tak jarang teman-temannya mencoba untuk menggodaku, setiap kulewati kelasnya namun ku tetap bersikap cuek seakan tidak terjadi apa-apa. Ga hanya sekali dua kali aku menghindar darinya, saat kulihat dia mulai berjalan ke arahku.
                “Key, ada yang nyari tuh” ucap Rangga saat memasuki ruang Teater. Ruang Teater yang berukuran 6x4 meter ini merupakan tempat berkumpulnya anggota Teater untuk melakukan aktifitas apapun, dari rapat sampai tempat nongkrong anak Teater tu disini. Dan hari ini, jadwalnya kita rapat kepengurusan, yang baru hadir baru kita berempat Kak Hana, Marsya, Rangga dan aku. “Siapa Ngga?” tanyaku yang sedang membereskan lemari logistik. “Ga tau siapa, cowo da” dia mulai memainkan gitar yang ada di pojokan.
                Aku beranjak keluar dengan penasaran, ternyata orang itu Kak Regi yang sedang memegang pagar dengan kedua tangannya. Tau orang itu dia, lebih baik aku ga keluar dari ruangan Teater tadi. Dia mulai menyadari keberadaanku dan kulihat dia datar. Terlihat sekali dia agak kebingungan untuk berkata dan yang kulakukan hanya melihat hamparan luasnya lapangan tanpa ada penghalang. Ini adalah tempat favoritku untuk melihat keadaan sekolah secara keseluruhan.
                “Lagi ngapain di dalem?” dia mulai membuka percakapan. Aku melihat ke arahnya dan menjawab kilat “Rapat Kak”. Dia menganggukkan kepalanya “Oh rapat. Jadi ganggu ya?”. Mendengar pertanyaannya hanya membuatku berpikir. Apa sebenarnya yang ingin dia lakukan.
                Lagi-lagi pandanganku aku alihkan ke bawah, tanpa menghiraukan apa yang Kak Regi ucapkan. Lalu lalang orang terlihat dan ada beberapa yang melihat kebersamaan kami disini. Entah apa yang mereka pikirkan tentang kami, namun aku malas untuk menjadi orang yang terlihat bodoh lagi. Jadi kuputuskan untuk masuk ke ruangan Teater kembali tanpa pamit, seperti halnya dia pergi tanpa pamit waktu itu.
                “Kamu kenal sama Kak Regi?” tanya Kak Hana, sepertinya mereka sempet mengintip keluar untuk mengetahui siapa orang yang mencariku. Kak Regi? Oh iya, Kak Hana kan kelas 2 jadi Kak Regi seniornya Kak Hana juga.
“Itu pacar kamu tuh Key?” tanya Marsya. “Wah masa? Kak Regi pacaran sama kamu Key?” tambah Kak Hana. Rangga saat itu hanya asyik dengan gitarnya, bernyanyi lagu-lagu slow sambil memerhatikan hpnya.
                “Bukan. Dia bukan pacar aku” jawabku dengan datar. Aku sudah tidak antusias lagi untuk mengorek tentang dirinya terhadap orang yang tau namanya. Namun masih ada yang mengganjal di hatiku, sebenarnya apa yang terjadi dengan Kak Regi waktu itu yang tega melakukan hal seperti itu kepadaku. Yang tega meninggalkanku sendiri dan bersenang-senang disana. Jika dia tak ingin bersamaku ke acara itu, lalu kenapa dia mengajakku? Sebenarnya apa alasan dia.
***
Wing Wing Wing Wing
Sampai tiba perputaran botol berhenti mengarah Boni “Yah Boni!” teriak kita serentak.
“Jujur atau tantangan?” ujar Said. “Ya jujurlah” jawab Boni dengan tegas. Memang setiap orang yang tertunjuk dalam permainan ‘jujur atau tantangan’ pasti akan memilih jujur, karena sekalipun kita berbohong toh ga ada yang tau, daripada kita disuruh melakukan hal-hal yang aneh. Ngomongin soal yang aneh-aneh, seperti biasa DUO Lenje plus aku, Rani dan Tina melakukan permainan aneh di depan kelas saat pulang sekolah.
“Apa hal terjorok yang pernah kamu lakuin?” keluar senyum jahilnya Said. “Ihh Said, jorok” protes Rani yang tak ingin mendengar jawaban Boni.
 “Hal terjorok ituuu… Aku pernah BAB di celana saat naik angkot waktu SD pas pulang” jawab Boni dengan polosnya.
“Huahaha Haha” tawanya Said sudah tak terkendali hingga posisi badannya berubah sampai tengkurep. “Hiiii kamu jorok ih Bon” Rani terlihat jijik saat membayangkannya, ya toh malah dibayangin sih Rani.
“Terus kamu gimana atuh pulangnya? Masa iya, itu kamu kemana-mana. Hahaa” aku mulai geli membayangkannya, salah gue juga sih ya malah ngebayangin.
“Cuman dikit kok.. Bukan banyak Keyla. Soalnya dah ga kuat dan aku langsung lari kenceng buat cepet nyampe rumah” Boni mencoba menjelaskan untuk mengembalikan harga dirinya kembali. “Aah… sekarang juga masih kan???” Tina memang paling demen buat ngegoda orang yang berada di posisi memalukannya, muka Boni sudah memerah kaya habis kepedasan makan ramen level 5.
“Hahaa pantesan aja kamu kalo pulang sekolah suka lari, kamu ee di celana toh. Hahahaa” bener-bener deh Said, temen macam apa dia. Tapi memang itulah mereka, selalu terlihat ceria dan ada aja hal aneh yang mereka lakukan.
“Udah, udah… Kita puter lagi nih. Tinggal Said sama Keyla ya yang belum. Awas aja ya pas giliran kalian. Aku habisin kalian” tersungging senyum liciknya Boni yang tak sabar untuk balas dendam. “Oke oke puterrr” sahut Rani dengan memutarkan botolnya. Dan WING! Botol berhenti menunjuk ke arahku.
“Iyya… Keylaa..” seru Boni kegirangan dan aku menerimanya dengan lapang dada karena memang tinggal aku yang belum tertunjuk di antara perempuannya. “Iya Key, jujur atau tantangan nih??” tawanya terlihat sekali jahil seperti sudah menyiapkan sesuatu yang akan aku tempa. “Jujur Key Jujur aja” saran Rani, dan langsung kuturuti sarannya itu.
Mereka pun mulai berpikir untuk pertanyaan yang akan diajukan padaku. Setelah 2 menit, akhirnya Tina menemukan pertanyaan tersebut “Hmm, ini aja Key. Kamu jujur ya, kamu ada rasa ga ke Romi?” Romi adalah teman sekelasku yang sering digosipin denganku karena kedekatan kami dalam berdiskusi, tapi yang kami diskusikan tak lain adalah tentang pelajaran sekolah. Jadi, apa yang aneh dengan hal itu. Lagipula kita berbeda agama, jadi sepertinya kita hanya berteman. Tapi walaupun berbeda agama tidak menjadikan penghalang untuk bisa saling dekat, berteman, bertukar pendapat, mengobrol sampai main bareng teman-temannya. Dan aku nyaman dengannya, karena sikapnya yang baik dan dia pintar, kita sering bertukar pikiran tentang pelajaran kimia khususnya mengenai reaksi.
“Romi? Engga.. Aku sukanya sebagai teman, kaya aku ke Said dan Boni, ya seneng sebagai temen aja” aku mulai menjelaskan dengan harapan mereka akan mengerti dan tidak menggosipkan tentang kami lagi. Karena terkadang, aku takut Romi mulai terganggu dengan gosip tersebut,bisa saja dalam hatinya tidak menerima sebagai respon akan gosip ini.
Gimana dengan aku? Kalo aku sih cuek-cuek aja, karena zaman sekarang adalah zamannya cie cie saat terlihat perempuan dan laki-laki mengobrol berdua, tanpa kita tau isi dari obrolan tersebut, kita langsung menjudge mereka dengan bilang ‘cieee… cieee…’. Padahal bisa aja kan, yang sebenernya mereka obrolin itu minjem duit haha.
Botolpun kembali diputar. WING WING WING..
Semua mulai histeris, saat perputaran botol mulai melambat. “Said, said, said” aku mulai meneriaki namanya sebagai bentuk doa agar si botol berhenti tepat di depan Said. Namun, senjata makan tuan, si botol malah berhenti ke arahku lagi. “Hahahaa Keyla!” Said sontak menerimanya dengan gembira.
“Ya enggalah, masa ke aku lagi. Ya Said dong, tinggal dia yang belum lho, masa aku 2 kali” aku mencoba menawar dengan harapan ke3 temanku yang lain dapat mendukungku. Tapi ternyata aku salah, “ya kan botolnya berhenti ke kamu Key” sanggah Boni.
“Iya juga ya, jadi apa gunanya botol kalo kita ujung-ujungnya milih Said” tambah Tina yang membuat posisiku semakin tak terelakkan lagi. “Udah gapapa Key.. Sabar ya.. Hehee” Rani mencoba menghiburku.
“Yaudah, gapapa. Aku pilih Jujur kalo gitu” aku menerimanya dengan pasrah.
“Eits, masa jujur lagi ga seru ah. Tantangan ah tantangan pokoknya” ini anak Arab, dikasih hati malah minta jantung. “Iya bener-bener, tantangan aja biar seru” sahutan Said ini didukung penuh oleh ketiga personil lainnya. Akupun kembali pasrah, “yaudah, ngapain?”.
Pertanyaanku membuat senyum jahil antara Boni dan Said terlihat jelas. “Kamu, mesti nembak cowo di depan kelas kita” ultimatum Said sebagai hukuman yang harus aku lakukan.
“WHAT???!!!” sontak hal ini membuatku kaget. “Gila kamu Id, masa aku nembak cowo. Aku ga tau harus ngapain ih aku ga pernah. Siapa coba yang kutembak, dah ga ada orang di kelas juga, cuman kamu sama Boni” statementku ini malah membuat Rani dan Tina tertawa, seakan hal lucu yang kulontarkan tadi.
“Tenang…. Itu mah gampang. Yang penting, kamu harus lakuin itu ya. Siap?!” dia bertanya layaknya host terhadap contestant di acara televisi. “Iya Key… gapapa.. seru-seruan. Lagipula ini kan boong-boongan haha” Tina dan Rani kayanya gembira sekali akan tantanganku kali ini.
Aku mulai berpikir, aku ga mau ngecewain mereka, tapi masa iya harga diri aku dipertaruhkan hanya buat mereka seneng. Tapi kan ini boongan, toh buat seru-seruan aja, tapi gimana caranya? “Ok” jawabku enteng.
Said langsung melesat pergi keluar sambil meninggalkan pesan pada Boni “Bon, urus” sambil menunjuk ke arahku. Apaan ini, seperti adegan penculikan yang akan melakukan transaksi penukaran saja. Tapi aku tak heran, memang itulah mereka, selalu membubuhkan acting dalam setiap gerak-geriknya.
Boni mulai memegangiku dan berkata pada Rani dan Tina untuk tetap berada di dalam kelas, sedangkan aku digusur olehnya untuk berdiri di lorong depan kelas, dekat jendela. Hmm, aku mengerti sekarang, jendela ini diibaratkan layar televisi dan mereka yang berada di dalam kelas adalah penonton pertunjukan ini.  Hebat juga mereka, pujiku.
Tapi tunggu, kenapa aku memuji mereka, disini aku adalah korbannya yang akan dipermalukan dan dijatuhkan harga dirinya untuk menembak cowo misterius yang sedang dibawa oleh Said. Haduh, aku menyesal untuk mengiyakannya tadi, dan apa yang sebenarnya harus aku katakan. Tapi aku anak Teater, masa kaya gini aja ga bisa (padahal aktingku paling buruk aku rasa di antara anggota Teater lainnya haha). Okey, cukup bilang ‘aku suka kamu’, easylah toh ga ada perasaan apapun pasti lancar.
Dari ujung belokan yang ada di depan, mulai terlihat batang hidungnya Said yang mancung. Boni menungguiku di belakang 7 langkah dariku, sambil mengobrol dengan orang yang ada di kelas sebelah. Jendela kami memang tidak ada kacanya, hanya kayu persegi sebagai penutupnya saja. Jadi kalau penutupnya dibuka, lenggang sekali untuk mengobrol dari luar ke dalam kelas tanpa penghalang.

Kulihat kembali ke arah depan, disana terlihat Said sedang memberikan kode dengan tangannya kepada seseorang untuk mengikutinya. Said tersenyum geli saat melihatku dan aku menunjukkan raut muka ngeledek terhadapnya. Tapi sesaat, hatiku seperti langsung naik ke lantai paling atas dalam gedung yang menjulang. Karena di depan, kutemukan sosok yang kukenal berada di belakang Said. Berjarak 3 langkah dari belakang Said, terlihat dia berjalan mengikutinya. Kamipun bertemu pandang, dan dia tersenyum ceria sambil memanggil Said. Hatiku sontak melompat terjun bebas dari lantai paling atas tersebut, karena sekarang, dia berada tepat di depanku.