Para
siswa-siswi SMA Tirta semua berkumpul dan berbaris di lapangan, begitupun para
guru. Deretan pasukan PMR juga tak kalah sigap, mereka berbaris rapi di
belakang para siswa. Terlihat 3 orang pasukan pengibar bendera di depan sana,
dan salah satunya tak lain adalah Kak Regi. Yup, hari ini hari Senin giliran
kelas Kak Regi yang bertugas upacara.
“Hormaaaattttt
Gerak!!” pemimpin upacara memulai perintahnya dan serentak seluruh anggota
upacara memberikan hormat. Lagu ‘Indonesia Raya’ mulai dialunkan mengiringi
penaikan bendera merah putih. Dirigen dengan
cekatan melakukan ketukan-ketukan nada dengan tangannya yang gemulai. Dirigen ini terlihat sangat cantik,
mukanya yang ayu dan badannya yang ramping, dia juga terlihat pintar. Wah… perfect sekali wanita ini, pasti
pacarnya ganteng.
Matahari mulai
meninggi, teriknya sudah mulai terasa. Barisan
dibentuk berdasarkan tinggi badan dan waktu kedatangan, karena banyak yang agak
terlambat hari ini sehingga membuat barisan kurang pas. Aku berada di barisan
sekitaran ujung dan bayanganku mulai berbentuk. Pembubaran upacara adalah waktu
yang sangat dinanti-nanti dan akhirnya waktu itu tiba.
“Kamu telat
lagi Tin?” tanyaku melihat dirinya yang sedang membetulkan tali sepatu di
lorong Tata Usaha.
“Kayanya ketinggalan jemputan ya?” goda Rani, jemputan
yang dia maksud adalah pacarnya. Mukanya terlihat berkeringat dan topi abunya
mulai dikipaskan, sepertinya dia habis berlari 1km ni.
“Iya nih, aku
sebel banget sama dia. Aku kira dia mau jemput, udah santai-santai nunggu di
rumah. Pas di sms kenapa belum dateng aja, eh taunya dia dah di sekolah ga
jemput aku. Aku kan sebel banget, tau gitu dari tadi aku pergi duluan! Liatin
aja nanti, aku cape-cape lari taunya tetep telat juga” dendam kesumat kayanya
ni anak sampai nyerocos gitu.
Tina mulai menandatangani absen telatnya dan mengambil
tas yang ada di dalam ruangan depan. “Gapapa, banyak kok yang telat hari
ini,lagi macet kayanya” kok aku malah ngebela yang telat ya.
Kami bertiga
berjalan menuju ruang kelas, lapangan mulai terlihat sepi. “Eh Key, kamu
kemarin jadi ga sih ke DaFest? Soalnya aku lihat Kak Regi disana, aku kira dia
bareng kamu, makanya aku coba deketin. Tapi, ternyata engga. Aku coba telepon
kamu, ga nyambung terus” tanya Tina penasaran.
“Lho, bukannya kemarin kabar terakhir dari kamu dah di
sekolah Key? Terus kalo ga sama Keyla, Kak Regi sama siapa dong?” tanya Rani
semakin penasaran dengan memburu pernyataan dari aku dan Tina.
“Kalian tadi lihat yang jadi dirigen di upacara ga?”
tanya Tina tiba-tiba dengan memasukkan topi dan jaketnya ke dalam tas.
Melihat adanya peluang untuk mengalihkan pembicaraan
ini, maka ku fokuskan obrolan tentang dirigen
itu dan berharap tak ada lagi bahasan mengenai Kak Regi, malas rasanya
telinga ini mendengar namanya. “Wahh yang cantik itu ya, iya aku lihat dia.
Cantik ya dia, kayanya pacarnya ganteng deh”.
“Nah, Kak Regi
bareng sama dia kemarin” aku tersentak seketika saat ku dengar perkataan itu
dari Tina. Perasaanku mulai terasa aneh, aku terbayang akan tawa mereka yang
bahagia bersenang-senang di acara itu. Sedangkan aku? Menunggu hal yang tak
pasti selama 2 jam seperti orang bodoh.
Tina buru-buru menyambung ucapannya, karena melihat
reaksiku yang menerawang. “Tapi ga berdua aja Key, bareng sama temen-temennya
yang lain. Cuman mereka keliatan deket” jelas Tina dengan memegang bahuku yang
terasa tegang.
Rani mulai geram, “tapi kan ga bisa gitu Tin, apa coba
maksud Kak Regi kaya gini ke Keyla?! Dia kan dah janji sama Keyla. Kasihan kan
Keyla” dia memegang lengan kananku dengan kedua tangannya.
Aku hanya bisa
merapatkan mulutku dan menarik nafas panjang, mencoba terlihat tegar di depan
mereka. Kami berjalan dan mulai menaiki tangga, “Jadi, kemarin kamu sama siapa
Key? Sendirian?” sepertinya Rani mulai mencemaskanku. Belum sempat kujawab,
terlihat seseorang yang sedang menuruni tangga dengan membawa beberapa lembar
jawaban. Kami sempat bertemu pandang dan senyum kecil tersungging di antara
kami. Diapun melanjutkan langkahnya kembali, sepertinya dia hendak ke ruangan
guru. Belum sempat kunaikin tangga selanjutnya, tiba-tiba Rani dan Tina
memegangiku dan mulai histeris.
“Keylaaaaa….
Siapa dia? Kamu kenal sama dia??” Tina menarik-narik tangan kiriku.
“Iihhh Keyla…
Dia ganteng banget!!! Kamu tau dia? Kenalin dong Key…” Rani mulai meremas-remas
tangan kananku dengan gemasnya.
Sebenarnya
mereka bukan gemas terhadapku, tapi gemas terhadapnya yang tak bisa
terlampiaskan sehingga aku menjadi korbannya. “Aku juga ga tau, tapi dia
temennya Said. Jadi Said yang tau” memang hanya itu yang kutahu, walaupun jumat
kemarin kita sempet bareng tapi aku ga tau sama skali namanya dan apa yang dia
lakukan kemarin bisa ada di sekolah pada jam segitu.
“Terus kalo
kamu ga tau, kenapa kalian saling senyum kaya yang udah kenal?” sepertinya Rani
mulai kecewa akan sikap kita tadi. “Kebetulan aja itu” semoga jawaban ini tidak
menjadikan mereka kesal terhadapku dan kisah kemarin dengannya akan kusimpan
dalam-dalam.
***
Semenjak
kejadian itu, antusiasku terhadap Kak Regi mulai kupupuskan sedikit demi
sedikit. Sering kali kubersikap pura-pura tak melihat setiap berpapasan
dengannya. Tak jarang teman-temannya mencoba untuk menggodaku, setiap kulewati
kelasnya namun ku tetap bersikap cuek seakan tidak terjadi apa-apa. Ga hanya
sekali dua kali aku menghindar darinya, saat kulihat dia mulai berjalan ke
arahku.
“Key, ada yang
nyari tuh” ucap Rangga saat memasuki ruang Teater. Ruang Teater yang berukuran
6x4 meter ini merupakan tempat berkumpulnya anggota Teater untuk melakukan
aktifitas apapun, dari rapat sampai tempat nongkrong anak Teater tu disini. Dan
hari ini, jadwalnya kita rapat kepengurusan, yang baru hadir baru kita berempat
Kak Hana, Marsya, Rangga dan aku. “Siapa Ngga?” tanyaku yang sedang membereskan
lemari logistik. “Ga tau siapa, cowo da” dia mulai memainkan gitar yang ada di
pojokan.
Aku beranjak
keluar dengan penasaran, ternyata orang itu Kak Regi yang sedang memegang pagar
dengan kedua tangannya. Tau orang itu dia, lebih baik aku ga keluar dari
ruangan Teater tadi. Dia mulai menyadari keberadaanku dan kulihat dia datar.
Terlihat sekali dia agak kebingungan untuk berkata dan yang kulakukan hanya
melihat hamparan luasnya lapangan tanpa ada penghalang. Ini adalah tempat
favoritku untuk melihat keadaan sekolah secara keseluruhan.
“Lagi ngapain
di dalem?” dia mulai membuka percakapan. Aku melihat ke arahnya dan menjawab
kilat “Rapat Kak”. Dia menganggukkan kepalanya “Oh rapat. Jadi ganggu ya?”.
Mendengar pertanyaannya hanya membuatku berpikir. Apa sebenarnya yang ingin dia
lakukan.
Lagi-lagi
pandanganku aku alihkan ke bawah, tanpa menghiraukan apa yang Kak Regi ucapkan.
Lalu lalang orang terlihat dan ada beberapa yang melihat kebersamaan kami
disini. Entah apa yang mereka pikirkan tentang kami, namun aku malas untuk
menjadi orang yang terlihat bodoh lagi. Jadi kuputuskan untuk masuk ke ruangan
Teater kembali tanpa pamit, seperti halnya dia pergi tanpa pamit waktu itu.
“Kamu kenal
sama Kak Regi?” tanya Kak Hana, sepertinya mereka sempet mengintip keluar untuk
mengetahui siapa orang yang mencariku. Kak Regi? Oh iya, Kak Hana kan kelas 2
jadi Kak Regi seniornya Kak Hana juga.
“Itu pacar kamu tuh Key?” tanya Marsya. “Wah masa? Kak
Regi pacaran sama kamu Key?” tambah Kak Hana. Rangga saat itu hanya asyik
dengan gitarnya, bernyanyi lagu-lagu slow
sambil memerhatikan hpnya.
“Bukan. Dia
bukan pacar aku” jawabku dengan datar. Aku sudah tidak antusias lagi untuk
mengorek tentang dirinya terhadap orang yang tau namanya. Namun masih ada yang
mengganjal di hatiku, sebenarnya apa yang terjadi dengan Kak Regi waktu itu
yang tega melakukan hal seperti itu kepadaku. Yang tega meninggalkanku sendiri dan
bersenang-senang disana. Jika dia tak ingin bersamaku ke acara itu, lalu kenapa
dia mengajakku? Sebenarnya apa alasan dia.
***
Wing Wing Wing
Wing
Sampai tiba perputaran botol berhenti mengarah Boni “Yah
Boni!” teriak kita serentak.
“Jujur atau tantangan?” ujar Said. “Ya jujurlah” jawab
Boni dengan tegas. Memang setiap orang yang tertunjuk dalam permainan ‘jujur
atau tantangan’ pasti akan memilih jujur, karena sekalipun kita berbohong toh
ga ada yang tau, daripada kita disuruh melakukan hal-hal yang aneh. Ngomongin
soal yang aneh-aneh, seperti biasa DUO Lenje plus aku, Rani dan Tina melakukan
permainan aneh di depan kelas saat pulang sekolah.
“Apa hal terjorok yang pernah kamu lakuin?” keluar
senyum jahilnya Said. “Ihh Said, jorok” protes Rani yang tak ingin mendengar
jawaban Boni.
“Hal terjorok
ituuu… Aku pernah BAB di celana saat naik angkot waktu SD pas pulang” jawab
Boni dengan polosnya.
“Huahaha Haha” tawanya Said sudah tak terkendali hingga
posisi badannya berubah sampai tengkurep. “Hiiii kamu jorok ih Bon” Rani
terlihat jijik saat membayangkannya, ya toh malah dibayangin sih Rani.
“Terus kamu gimana atuh pulangnya? Masa iya, itu kamu
kemana-mana. Hahaa” aku mulai geli membayangkannya, salah gue juga sih ya malah
ngebayangin.
“Cuman dikit kok.. Bukan banyak Keyla. Soalnya dah ga
kuat dan aku langsung lari kenceng buat cepet nyampe rumah” Boni mencoba
menjelaskan untuk mengembalikan harga dirinya kembali. “Aah… sekarang juga
masih kan???” Tina memang paling demen buat ngegoda orang yang berada di posisi
memalukannya, muka Boni sudah memerah kaya habis kepedasan makan ramen level 5.
“Hahaa pantesan aja kamu kalo pulang sekolah suka lari,
kamu ee di celana toh. Hahahaa” bener-bener deh Said, temen macam apa dia. Tapi
memang itulah mereka, selalu terlihat ceria dan ada aja hal aneh yang mereka
lakukan.
“Udah, udah… Kita puter lagi nih. Tinggal Said sama
Keyla ya yang belum. Awas aja ya pas giliran kalian. Aku habisin kalian”
tersungging senyum liciknya Boni yang tak sabar untuk balas dendam. “Oke oke
puterrr” sahut Rani dengan memutarkan botolnya. Dan WING! Botol berhenti
menunjuk ke arahku.
“Iyya… Keylaa..” seru Boni kegirangan dan aku
menerimanya dengan lapang dada karena memang tinggal aku yang belum tertunjuk di
antara perempuannya. “Iya Key, jujur atau tantangan nih??” tawanya terlihat
sekali jahil seperti sudah menyiapkan sesuatu yang akan aku tempa. “Jujur Key
Jujur aja” saran Rani, dan langsung kuturuti sarannya itu.
Mereka pun mulai berpikir untuk pertanyaan yang akan
diajukan padaku. Setelah 2 menit, akhirnya Tina menemukan pertanyaan tersebut
“Hmm, ini aja Key. Kamu jujur ya, kamu ada rasa ga ke Romi?” Romi adalah teman
sekelasku yang sering digosipin denganku karena kedekatan kami dalam
berdiskusi, tapi yang kami diskusikan tak lain adalah tentang pelajaran
sekolah. Jadi, apa yang aneh dengan hal itu. Lagipula kita berbeda agama, jadi
sepertinya kita hanya berteman. Tapi walaupun berbeda agama tidak menjadikan
penghalang untuk bisa saling dekat, berteman, bertukar pendapat, mengobrol
sampai main bareng teman-temannya. Dan aku nyaman dengannya, karena sikapnya
yang baik dan dia pintar, kita sering bertukar pikiran tentang pelajaran kimia
khususnya mengenai reaksi.
“Romi? Engga.. Aku sukanya sebagai teman, kaya aku ke
Said dan Boni, ya seneng sebagai temen aja” aku mulai menjelaskan dengan
harapan mereka akan mengerti dan tidak menggosipkan tentang kami lagi. Karena
terkadang, aku takut Romi mulai terganggu dengan gosip tersebut,bisa saja dalam
hatinya tidak menerima sebagai respon akan gosip ini.
Gimana dengan aku? Kalo aku sih cuek-cuek aja, karena
zaman sekarang adalah zamannya cie cie saat terlihat perempuan dan laki-laki
mengobrol berdua, tanpa kita tau isi dari obrolan tersebut, kita langsung menjudge mereka dengan bilang ‘cieee…
cieee…’. Padahal bisa aja kan, yang sebenernya mereka obrolin itu minjem duit
haha.
Botolpun kembali diputar. WING WING WING..
Semua mulai histeris, saat perputaran botol mulai
melambat. “Said, said, said” aku mulai meneriaki namanya sebagai bentuk doa
agar si botol berhenti tepat di depan Said. Namun, senjata makan tuan, si botol
malah berhenti ke arahku lagi. “Hahahaa Keyla!” Said sontak menerimanya dengan
gembira.
“Ya enggalah, masa ke aku lagi. Ya Said dong, tinggal
dia yang belum lho, masa aku 2 kali” aku mencoba menawar dengan harapan ke3
temanku yang lain dapat mendukungku. Tapi ternyata aku salah, “ya kan botolnya
berhenti ke kamu Key” sanggah Boni.
“Iya juga ya, jadi apa gunanya botol kalo kita ujung-ujungnya
milih Said” tambah Tina yang membuat posisiku semakin tak terelakkan lagi.
“Udah gapapa Key.. Sabar ya.. Hehee” Rani mencoba menghiburku.
“Yaudah, gapapa. Aku pilih Jujur kalo gitu” aku
menerimanya dengan pasrah.
“Eits, masa jujur lagi ga seru ah. Tantangan ah
tantangan pokoknya” ini anak Arab, dikasih hati malah minta jantung. “Iya
bener-bener, tantangan aja biar seru” sahutan Said ini didukung penuh oleh
ketiga personil lainnya. Akupun kembali pasrah, “yaudah, ngapain?”.
Pertanyaanku membuat senyum jahil antara Boni dan Said
terlihat jelas. “Kamu, mesti nembak cowo di depan kelas kita” ultimatum Said
sebagai hukuman yang harus aku lakukan.
“WHAT???!!!” sontak hal ini membuatku kaget. “Gila kamu
Id, masa aku nembak cowo. Aku ga tau harus ngapain ih aku ga pernah. Siapa coba
yang kutembak, dah ga ada orang di kelas juga, cuman kamu sama Boni” statementku ini malah membuat Rani dan
Tina tertawa, seakan hal lucu yang kulontarkan tadi.
“Tenang…. Itu mah gampang. Yang penting, kamu harus
lakuin itu ya. Siap?!” dia bertanya layaknya host terhadap contestant
di acara televisi. “Iya Key… gapapa.. seru-seruan. Lagipula ini kan
boong-boongan haha” Tina dan Rani kayanya gembira sekali akan tantanganku kali
ini.
Aku mulai berpikir, aku ga mau ngecewain mereka, tapi
masa iya harga diri aku dipertaruhkan hanya buat mereka seneng. Tapi kan ini
boongan, toh buat seru-seruan aja, tapi gimana caranya? “Ok” jawabku enteng.
Said langsung melesat pergi keluar sambil meninggalkan
pesan pada Boni “Bon, urus” sambil menunjuk ke arahku. Apaan ini, seperti
adegan penculikan yang akan melakukan transaksi penukaran saja. Tapi aku tak
heran, memang itulah mereka, selalu membubuhkan acting dalam setiap gerak-geriknya.
Boni mulai memegangiku dan berkata pada Rani dan Tina
untuk tetap berada di dalam kelas, sedangkan aku digusur olehnya untuk berdiri
di lorong depan kelas, dekat jendela. Hmm, aku mengerti sekarang, jendela ini diibaratkan
layar televisi dan mereka yang berada di dalam kelas adalah penonton
pertunjukan ini. Hebat juga mereka,
pujiku.
Tapi tunggu, kenapa aku memuji mereka, disini aku adalah
korbannya yang akan dipermalukan dan dijatuhkan harga dirinya untuk menembak
cowo misterius yang sedang dibawa oleh Said. Haduh, aku menyesal untuk
mengiyakannya tadi, dan apa yang sebenarnya harus aku katakan. Tapi aku anak
Teater, masa kaya gini aja ga bisa (padahal aktingku paling buruk aku rasa di
antara anggota Teater lainnya haha). Okey, cukup bilang ‘aku suka kamu’, easylah toh ga ada perasaan apapun pasti
lancar.
Dari ujung belokan yang ada di depan, mulai terlihat
batang hidungnya Said yang mancung. Boni menungguiku di belakang 7 langkah
dariku, sambil mengobrol dengan orang yang ada di kelas sebelah. Jendela kami
memang tidak ada kacanya, hanya kayu persegi sebagai penutupnya saja. Jadi
kalau penutupnya dibuka, lenggang sekali untuk mengobrol dari luar ke dalam
kelas tanpa penghalang.
Kulihat kembali ke arah depan, disana terlihat Said
sedang memberikan kode dengan tangannya kepada seseorang untuk mengikutinya.
Said tersenyum geli saat melihatku dan aku menunjukkan raut muka ngeledek
terhadapnya. Tapi sesaat, hatiku seperti langsung naik ke lantai paling atas
dalam gedung yang menjulang. Karena di depan, kutemukan sosok yang kukenal
berada di belakang Said. Berjarak 3 langkah dari belakang Said, terlihat dia
berjalan mengikutinya. Kamipun bertemu pandang, dan dia tersenyum ceria sambil
memanggil Said. Hatiku sontak melompat terjun bebas dari lantai paling atas
tersebut, karena sekarang, dia berada tepat di depanku.